Sinergi Klaim CoB Antara Asuransi Swasta dan BPJS Kesehatan — Potensi Besar, Jalan Berliku

Penggabungan klaim asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan lewat mekanisme Coordination of Benefit (CoB) adalah langkah maju yang menjanjikan. Jika berhasil diimplementasikan secara menyeluruh dan adil, CoB bisa membuka akses layanan kesehatan lebih baik bagi masyarakat, sekaligus memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, seperti yang diakui Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), ada beberapa tantangan serius yang mesti segera ditangani agar skema ini tak cuma menjadi jargon kebijakan.

Potensi dan Latihan Manfaat

Beberapa manfaat yang tampak dari CoB:

1. Perluasan Manfaat untuk Peserta
Peserta JKN–KIS yang menggunakan asuransi tambahan mendapat peluang untuk layanan yang lebih lengkap atau kualitas yang lebih tinggi. Skema ini seharusnya bisa mengurangi beban finansial peserta yang harus membayar selisih layanan di luar cakupan BPJS.

2. Efisiensi Sistem
Dengan adanya koordinasi antara BPJS dan perusahaan asuransi swasta, ruang terbuangnya bisa ditekan. Misalnya kewajiban klaim berganda atau redundansi administratif bisa dikurangi jika ada aturan dan sistem yang jelas.

3. Peningkatan Daya Tawar dan Kualitas Fasilitas Kesehatan
Rumah sakit dan penyedia layanan (provider) punya insentif untuk meningkatkan pelayanan jika ada potensi bayar tambahan melalui klaim asuransi swasta, selama regulasi menjamin ketelusuran dan keadilan pembayaran.

Tetapi manfaat itu tidak otomatis dirasakan jika tantangannya dibiarkan tanpa solusi.

Empat Tantangan Utama

AAJI menyebutkan empat tantangan pokok:

1. Koordinasi dengan Penyedia Layanan Kesehatan & TPA
Tidak adanya standar uniform dalam pelaksanaan CoB antar perusahaan dan penyedia layanan. Perbedaan produk, aturan, dan fitur membuat implementasi CoB berjalan tidak merata.

2. Kendala Administratif
Masalah dokumen klaim, metode pembiayaan, sistem penagihan. Perbedaan antara BPJS dan asuransi swasta dalam cara kerja administratif bisa menjadi penghambat besar.

3. Literasi Masyarakat yang Rendah
Banyak peserta belum memahami manfaat atau prosedur klaim CoB. Mereka mungkin tidak tahu bahwa mereka punya hak, atau syaratnya apa saja. Kurangnya pemahaman bisa menyebabkan klaim yang seharusnya bisa diajukan tidak dilakukan.

4. Infrastruktur Digital
Untuk klaim berjalan lancar dibutuhkan sistem digital yang kuat, interoperatif antara BPJS dan berbagai perusahaan asuransi serta rumah sakit. Bila sistem digital lemah atau tidak sinkron, klaim bisa tersendat, tidak transparan, atau malah memicu sengketa.

Analisis: Di Mana Masalah Terbesar dan Risiko Tersembunyi

Dari keempat tantangan itu, beberapa isu tampak paling mendesak dan punya potensi risiko yang tidak kecil:

Keadilan dalam pembagian beban biaya: Jika tidak diatur dengan jelas, CoB bisa memunculkan beban keuangan yang tidak proporsional ke satu pihak, baik itu BPJS, asuransi swasta, atau penyedia layanan. Misalnya rumah sakit menaikkan tarif “premium” bagi klaim CoB sehingga peserta terseret dalam biaya tambahan yang seharusnya tidak terlalu berat.

Kemampuan institusi kecil / rumah sakit daerah: Rumah sakit di daerah terpencil atau fasilitas sederhana mungkin belum memiliki sistem digital / administrasi yang memadai untuk mengikuti skema CoB. Hal ini dapat memperlebar kesenjangan akses antara daerah maju dan daerah tertinggal.

Ketidakpastian regulasi & standarisasi: Jika aturan CoB mudah berubah atau tidak ada kejelasan dalam hal produk asuransi swasta, maka pelaku usaha dan masyarakat bisa mengalami kebingungan dan potensi ketidakadilan klaim.

Rekomendasi Arah Kebijakan

Agar kebijakan CoB ini bukan hanya janji, diperlukan langkah-langkah konkret:

1. Standarisasi Regulasi & Fitur Produk
Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Kesehatan, BPJS, dan OJK) perlu membuat regulasi yang jelas dan mengikat mengenai CoB: standar klaim, batas biaya maksimal, metode pembagian klaim, dan porsi tanggung jawab setiap pihak. Produk asuransi swasta harus disesuaikan agar ada keseragaman aturan.

2. Peningkatan Infrastruktur Teknologi
Pengembangan platform digital yang dapat mengintegrasikan data peserta, rumah sakit, BPJS, dan asuransi swasta, dengan sistem yang aman dan transparan. Misalnya sistem e-claim bersama, sistem validasi data otomatis, pembayaran klaim digital.

3. Edukasi Publik & Sosialisasi
Melakukan kampanye literasi yang menjelaskan hak peserta, proses klaim CoB, manfaat, risiko, dan syaratnya. Penggunaan media sosial, layanan pelanggan, dan mitra rumah sakit harus terlibat agar masyarakat tidak ragu menggunakan skema ini.

4. Pendampingan Rumah Sakit/Provider
Menyediakan bantuan teknis dan pelatihan bagi rumah sakit dan penyedia layanan, terutama yang belum siap administrasi atau digital. Dukungan dari pemerintah bisa dalam bentuk subsidi, insentif, atau dana pembangunan sistem digital.

5. Evaluasi Finansial dan Jaminan Keadilan
Penting untuk melakukan simulasi beban keuangan terhadap semua pemangku kepentingan (BPJS, penyedia layanan, asuransi swasta, peserta). Pastikan bahwa sistem CoB tidak membebani finansial institusi atau menyebabkan premi yang melonjak, dan manfaat yang diperoleh peserta tetap nyata.

Kesimpulan

Koordinasi antara asuransi swasta dan BPJS melalui skema CoB adalah langkah yang bisa membawa sistem jaminan kesehatan Indonesia ke level lebih tinggi: lebih inklusif, lebih adil, lebih efisien. Namun jalan ke sana penuh tantangan administratif, regulasi, literasi, dan teknis.

Pemerintah dan pemangku kepentingan harus memastikan bahwa kebijakan tidak hanya baik di atas kertas, tetapi dijalankan dengan benar dan tiba hingga ke tingkat masyarakat paling bawah. Kegagalan melaksanakan skema ini dengan baik bisa malah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap asuransi dan BPJS — sesuatu yang sulit dipulihkan.

Semoga CoB menjadi solusi nyata, bukan hanya wacana.

[1]: https://finansial.bisnis.com/read/20250922/215/1913504/klaim-asuransi-swasta-bisa-digabung-dengan-bpjs-kesehatan-aaji-sebut-4-tantangan "Klaim Asuransi Swasta Bisa Digabung dengan BPJS Kesehatan, AAJI Sebut 4 Tantangan"

Berita Tekait

Policy Paper