Jakarta, KPonline – Tepat pada 23 September 2025 sebagai hari bersejarah. 11 tahun sudah Jamkeswatch lahir dalam melakukan pengawasan, pemantauan pelaksanaan Jaminan kesehatan Nasional (JKN).
Di hari ulang tahunnya yang ke 11 tahun, Jamkeswatch menyoroti dua Permasalahan yang sangat serius yaitu :
1). Penerapan tentang Kelas Rawat Inap Standart(KRIS) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
2). Penonaktifan peserta BPJS Kesehatan PBI-JK yang berjumlah 7,3 juta jiwa yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Rencana pemerintah menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) diduga kuat akan memicu potensi permasalahan baru. Hal ini dilihat dari bukan hanya penurunan kualitas layanan, potensi terjadinya diskriminasi dengan adanya penghapusan kelas rawat inap yang selama ini berjalan.
Melalui sambungan selulernya Direktur Eksekutif Jamkeswatch KSPI Daryus menjelaskan bahwa masih banyak ditemukan pasien menumpuk di ruang Intalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai tempat penanganan awal.
“Tidak menutup kemungkinan akan memunculkan kasta baru dalam pelayanan kesehatan, yaitu anatara rumah sakit komersial dan rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan. Dampak lain saat ini yang terjadi sudah terlihat terang benderang sulitnya mendapatkan Ruang Rawat Inap, dan penumpukan pasien di IGD. Kami dari Jamkeswatch KSPI justru menginginkan penerapan KRIS perlu kajian yang sangat transfaran dengan melibatkan beberapa Stakeholder yang berkompeten dibidangnya,” ungkap Daryus kepada Koran Perdjoeangan, Selasa (23/09/2025).
Daryus berharap agar pemerintah tetap fokus meningkatkan layanan kesehatan untuk rakyat, termasuk mengadakan Sarana dan Prasarana perihal alat kesehatan yang memadai.
“Kami menyoroti dengan terjadinya penonaktifan 7,3 juta PBI JK yang dimulai 1 Juni 2025 sesuai Inpres Nomor 4 tahun 2025 tentang DTSEN. Minimnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang penonaktifan PBI JK yang berujung masyarakat kaget ketika berobat BPJS sudah nonaktif. Sedangkan untuk melakukan reaktivasi banyak masyarakat yang tidak paham, apa lagi harus mengikuti kebijakan di wilayahnya,” tegas Daryus.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif Jamkeswatch KSPI Abdul Ghofur. Ia mengatakan jika layanan kesehatan penuh dengan kebijakan tentu masyarakat akan dibingungkan dengan hal itu.
“Sebelas tahun berjalan bukan waktu yang singkat, Jamkeswatch selama ini konsisten terus mengawasi layanan kesehatan untuk seluruh rakyat seantero nusantara. Masyarakat tentu sangat menginginkan layanan kesehatan yang gampang diakses ketika berobat ke Rumah Sakit menggunakan BPJS Kesehatan,” terang Abdul Ghofur.
Ghofur menilai, negara dalam hal ini pemerintah pusat tentu harus segera melakukan evaluasi agar masyarakat bisa merasakan layanan kesehatan secara merata.
“Penonaktifan BPJS PBI JK menjadi perbincangan serius. Kami saat beraudiensi dengan Kementrian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) beberapa hari ke belakang. Banyak temuan peserta BPJS PBI JK yang nonaktif di lapangan tentu menjadi sebuah catatan penting, agar negara bisa konsen dalam hal ini. Jamkeswatch tetap menolak adanya KRIS, dan menolak kenaikan iuran BPJS, serta meminta agar negara serius membangun sebuah tatanan layanan kesehatan untuk rakyatnya,” ujarnya.
Jamkeswatch menduga penonaktifan BPJS PBI JK terkesan menjadi pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya masyarakat dengan kategori miskin dan tidak mampu merasakan akan hal itu.
Permasalahan yang kerap terjadi bahkan disektor data kependudukan saat melakukan verifikasi. Ada kekhawatiran terhadap proses pemutakhiran data dari DTKS ke DTSEN yang mungkin tidak sempurna, dan bisa menyebabkan warga yang masih dibawah garis kemiskinan menjadi kehilangan akses kesehatannya.
Seharusnya pemerintahan bisa terlebih dahulu melakukan transisi pemutakhiran data dari DTKS ke DTSEN sehingga kepesertaan BPJS PBI JK tidak terdampak menjadi nonaktif. Jika memang ada indikasi efisiensi anggaran, setidaknya negara bisa mengalihkan efisiensi anggaran kekepentingan yang lain, dan bisa memprioritaskan anggaran khusus buat jaminan kesehatan rakyat. (Jhole)