Jakarta – Lagi-lagi, publik disuguhi kabar yang sama: iuran BPJS Kesehatan akan naik. Dalihnya klasik: beban klaim terus membengkak, dana jaminan tergerus, dan keberlanjutan sistem harus dijaga.
Tapi mari bicara jujur: kenaikan iuran bukan solusi, melainkan jalan pintas. Mudah bagi pemerintah memaksa rakyat merogoh kocek lebih dalam, sementara persoalan pokok—inefisiensi, birokrasi berbelit, dan layanan yang jauh dari kata layak—tak kunjung dibenahi.
Janji Digital yang Hambar
BPJS Kesehatan bangga memamerkan layanan digital yang katanya bisa diakses dari rumah. Nyatanya? Aplikasi sering eror, sistem tak ramah pengguna, dan antrean di fasilitas kesehatan tetap panjang. Jika “transformasi digital” hanya sebatas aplikasi yang macet saat dibutuhkan, itu bukan revolusi, melainkan ilusi.
Penghargaan yang Tak Mengenyangkan
Ya, BPJS meraih Corporate Reputation Award 2025. Hebat di atas kertas. Tapi coba tanyakan ke peserta JKN yang berjam-jam menunggu obat, atau pasien yang ditolak karena rujukan bermasalah. Apa arti penghargaan jika pelayanan di lapangan membuat rakyat merasa dipingpong?
Publik Bukan Dompet Cadangan
Sudah terlalu sering rakyat dijadikan dompet cadangan untuk menambal kegagalan manajemen. Rakyat yang membayar iuran menuntut timbal balik: layanan cepat, akses mudah, dan pelayanan manusiawi. Bukan janji manis di panggung konferensi pers.
Kesimpulan:
BPJS Kesehatan harus berhenti bersembunyi di balik wacana kenaikan iuran dan plakat penghargaan. Yang dibutuhkan sekarang hanya dua hal: perbaikan nyata dan transparansi penuh. Tanpa itu, setiap rupiah kenaikan iuran hanyalah bentuk ketidakadilan baru—rakyat kembali dipaksa membayar mahal untuk layanan yang setengah hati.