Ada Dua ‘Dosa Besar’ BPJS Kesehatan Diungkap BPK

Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap dua kelemahan utama atau 'dosa besar' dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan dalam periode 2023 hingga 2024. Temuan ini dihasilkan dari pemeriksaan kinerja yang dilakukan BPK terhadap BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, serta 47 pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya.

Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengawal agenda pembangunan nasional (PN-3) dalam peningkatan sumber daya manusia serta prioritas pembangunan (PP-3) mengenai akses dan mutu layanan kesehatan. Selain itu, pemeriksaan ini juga menjadi bagian dari dorongan BPK terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-3, khususnya target 3.8 mengenai cakupan kesehatan universal.

Dua ‘Dosa Besar’ BPJS Kesehatan

Ilustrasi BPJS Kesehatan. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Dua permasalahan pokok yang disorot BPK berkaitan dengan keterbatasan akses layanan dan mutu layanan JKN, yang jika tidak segera diperbaiki dinilai akan berdampak serius terhadap efektivitas penyelenggaraan JKN.

1. Kebijakan Kapasitas Layanan Operasi Katarak Belum Optimal

Permasalahan pertama menyangkut buruknya pengaturan kapasitas pelayanan tindakan fakoemulsifikasi atau operasi katarak modern di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL). BPK menyebut pengaturan saat ini menyebabkan antrean layanan, ketidakseimbangan jumlah pasien dengan tenaga dokter spesialis mata, hingga ketidakkonsistenan kebijakan antar wilayah.

“Permasalahan tersebut mengakibatkan terbatasnya akses peserta untuk mendapatkan layanan operasi katarak secara umum dan/atau khususnya tindakan fakoemulsifikasi yang dapat meningkatkan risiko komplikasi serta gangguan produktivitas,” tulis BPK dalam laporan tersebut.

BPK pun merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan agar segera “mengevaluasi kebijakan pengaturan kapasitas fakoemulsifikasi pada FKRTL yang terdapat antrean dan tidak terindikasi moral hazard.”

2. Layanan Minim di Daerah Belum Tersedia Faskes Memenuhi Syarat (DBTFMS)

Permasalahan kedua berakar pada minimnya akses dan kompensasi layanan kesehatan untuk peserta JKN yang tinggal di wilayah terpencil, atau yang disebut BPK sebagai Daerah Belum Tersedia Faskes Memenuhi Syarat (DBTFMS).

“BPJS Kesehatan belum sepenuhnya menetapkan daerah yang memenuhi kriteria DBTFMS dalam Surat Keputusan Pertimbangan, pemberian kompensasi berupa akses pelayanan di wilayah DBTFMS belum memadai dan berkesinambungan,” tegas BPK.

Akibatnya, banyak peserta JKN kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar meskipun berada di wilayah yang memiliki jaringan puskesmas atau FKTP, namun tidak tersedia tenaga kesehatan. Bahkan, kegiatan kunjungan tenaga kesehatan ke daerah-daerah tersebut pun dinilai belum optimal.

Untuk itu, BPK merekomendasikan agar BPJS segera “melakukan pemetaan dan penilaian awal DBTFMS pada seluruh wilayah kerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang.”

Secara keseluruhan, BPK mencatat sebanyak 17 temuan yang mencakup 20 permasalahan ketidakefektifan dalam pengelolaan program JKN oleh BPJS Kesehatan sepanjang 2023–2024. 

Upaya BPJS Kesehatan yang sudah dilakukan, seperti menjalin kerja sama dengan 23.395 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan 3.152 FKRTL, dinilai belum cukup untuk menutup kesenjangan akses dan mutu layanan di lapangan.

Temuan ini menjadi sinyal keras agar BPJS Kesehatan melakukan perbaikan menyeluruh dan tidak hanya fokus pada perluasan jaringan faskes, tetapi juga menjamin keadilan akses dan mutu pelayanan bagi seluruh peserta JKN di Indonesia.

Berita Tekait

Policy Paper