Bila saat ini Puskesmas Kecamatan sudah memiliki unit gawat darurat (UGD) 24 jam, dan beberapa sudah memiliki ruang rawat inap untuk bersalin, ke depan pelayanannya akan diperluas, termasuk perawatan pasien demam berdarah (DBD).
"Kami akan mengevaluasi pelayanan Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Jakarta," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati di Jakarta, Sabtu (5/1).
Dia mengatakan, Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan akan memiliki ruang rawat inap untuk pasien demam berdarah dengue (DBD). Sehingga puskesmas tidak perlu lagi merujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan DBD.
Bahkan dalam waktu dekat ini, keterampilan seluruh dokter di Puskesmas akan ditingkatkan. Sehingga mereka dapat memberikan pelayanan kesehatan yang hampir setara dengan dokter di rumah sakit.
“Dengan meningkatnya keterampilan para dokter, yang diiringi pembangunan ruang rawat inap dan laboratorium darah, maka dokter puskesmas tidak perlu lagi merujuk ke rumah sakit,” kata
Saat ini, DKI Jakarta memiliki 22 puskesmas dengan fasilitas ruang rawat inap berkapasitas total 160 tempat tidur. Bila diperlukan, Dinas Kesehatan akan membuat tambahan ruangan untuk laboratorium pemeriksaan darah yang canggih. Sehingga bisa memeriksa diploid dan tes darah untuk mengetahui penyakit DBD.
“Jadi, pasien yang positif terkena DBD bisa langsung dirawat disitu karena langsung diketahui dengan laboratorium pemeriksaan darah. Penyakit seperti itu cukup dirawat di puskesmas saja. Sehingga RSUD enggak kewalahan,” ujarnya.
Untuk meningkatkan pelayanan puskesmas, Dien mengungkapkan akan bekerja sama dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Rencananya, dokter dari dua institusi tersebut akan direkrut menjadi dokter di Puskesmas.
Kapasitas dan kompetensi dokter umum tingkat strata 1 akan ditempatkan di puskesmas. Intinya, tenaga medis di Puskesmas akan ditambah, begitu juga dengan dokter-dokter internis (penyakit bagian dalam). Rencananya, mulai Januari ini akan diterapkan.
Pada daerah-daerah kumuh, yang jumlah pasiennya ada peningkatan, dokternya akan ditambah dan di-training. Fasilitas juga ditambah,” tuturnya.
Selama ini, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik DKI Jakarta kewalahan menangani pasien DBD atau pasien rujukan dari puskesmas. Pasien rujukan hampir sekitar 30 hingga 40 persen dari total pasien di RSUD. Artinya, dokter di Puskesmas memberikan rujukan ke RSUD tanpa ada pertimbangan matang, padahal pasien bisa dirawat di puskesmas.
“Artinya apa? Ya main rujuk aja. Nah itu yang nggak boleh. Misalnya kalau masyarakat maksa pengen rujuk ke rumah sakit, ya tidak bisa dong. Kalau di Puskesmas ada rawat inap, ngapain dirujuk ke RSUD. Misalnya diploid dan DBD ngapain musti ngantri sampe jam 4 pagi. Mending ke puskesmas aja. Prinsip dasarnya itu yang akan kita terapkan,” terangnya.