Siap-siap! Sanksi Menanti Buat yang Nunggak BPJS Kesehatan

Foto: Pradita UtamaFoto: Pradita Utama

Jakarta - Defisit keuangan BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp 32 triliun hingga akhir 2019. Hal ini dipicu oleh banyaknya tunggakan yang dilakukan oleh peserta mandiri pada kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau pekerja non informal.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan Pemerintah tengah menyiapkan sanksi berat bagi peserta yang terbukti menunggak pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan.

Menurut Mardiasmo, sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diterapkan di Indonesia merupakan gotong royong. Artinya, setiap iuran peserta akan dimanfaatkan bagi peserta yang terkena musibah sakit.

"Ini asuransi sosial. Orang kaya bantu orang miskin. Orang sehat harus bantu yang sedang sakit. Kalau orang kaya sudah nikmati BPJS dan tidak mau bayar premi lagi, ya ini harus ada punishment," tegas Mardiasmo di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Mardiasmo mengungkapkan pemerintah tengah menyiapkan sanksi bagi para peserta yang terbukti menunggak iuran. Salah satu yang akan dilakukan adalah tidak bisa mengakses layanan publik.

"Dia kalau nggak bayar pajak, nikmati asuransi BPJS yang dari negara juga. Kan double negara rugi. Dia nggak bayar pajak, dia nikmati ini. Kalau dia bayar pajak, baik, ya sudah saatnya kita berikan haknya dalam bentuk perbaikan pelayanan," kata dia.

Bentuk sanksi ini, dikatakan Mardiasmo nantinya akan tertuang dalam instruksi presiden (Inpres). Dia pun masih optimistis bahwa beleid tersebut masih bisa terbit pada tahun 2019. Sebab, pihak Kementerian Koordinator Bidang PMK sudah menyiapkan rancangan aturannya.

Hingga saat ini pihak Pemerintah masih melakukan cleansing data yang tujuannya mendata ulang kepesertaan khususnya pada kelompok PBPU yang selama ini dianggap sebagai penyebab utama BPJS Kesehatan defisit. Cleansing data dilakukan lintas kementerian/lembaga (K/L) mulai dari Kemendagri, Kemensos, BPJS Kesehatan maupun Kementerian Keuangan.

"Kalau kita ya sebaiknya ada efek jera lah ya. Kalau dia katakanlah dia sudah melayani kesehatan, terus dia nggak bayar premi. Waktu dia hidupkan lagi premi, ya jangan langsung dilayani, ada time lag supaya ada punishment toh," ujarnya.

"Oh tidak semudah itu. Kalau nggak begitu, gampang saja ndak bayar. Orang pas sakit, pas kena musibah, saya bayar deh, saya bayari langsung. kan no premi no njaluk service (minta servis)," tambah dia.

Berita Tekait

Policy Paper