Kemkes: Iuran BPJS Bukan Perkara Mudah

Pelayanan rumah sakit menggunakan kartu sehat. (sumber: JG Photo/ Safir Makki)Masih perlu perhitungkan besar iuran peserta serta kesiapan dan mutu pelayanan kesehatan yang akan diberikan.

Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan mulai diberlakukan 1 Januari 2014, namun saat ini banyak pihak --termasuk Kementerian Kesehatan (Kemkes)-- tengah mempersiapkan beberapa komponen pendukung, salah satunya tentang besar iuran yang mesti ditanggung peserta, serta kesiapan atau mutu pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat.

"Tinggal setahun lagi sebelum BPJS Kesehatan diberlakukan, saat ini kami tengah melakukan berbagai macam persiapan agar BPJS Kesehatan ini bisa berjalan dengan lancar," ujar Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri dalam acara Diskusi Bersama Membahas Apakah Mutu Pelayanan Kesehatan pada BPJS Layak atau Tidak, di Rumah Makan Harum Manis, Jakarta, Rabu (23/1).

Usman mengatakan, dalam BPJS Kesehatan semua warga Indonesia wajib menjadi peserta, termasuk Warga Negara Asing (WNA) yang sudah tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan. Namun Usman mengatakan, persiapan BPJS ini tidak mudah karena masih banyak oknum masyarakat, terutama buruh yang masih pro dan kontra, terutama menyangkut soal besar iuran yang harus ditanggung.

"BPJS Kesehatan adalah transformasi baru dari Jamsostek, jadi semua pekerja wajib menjadi peserta, kecuali masyarakat miskin [yang] iurannya ditanggung pemerintah, dan mereka termasuk ke dalam golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI)," ujar dia.

Ditambahkan Usman, saat ini konsep iuran BPJS bagi para pekerja maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah 3 persen ditanggung pemberi kerja (Perusahaan) dan 2 persen ditanggung pekerja itu sendiri, sehingga totalnya menjadi 5 persen berdasarkan upah.

Contoh, jika pekerja itu berpenghasilan 5 juta sebulan, maka 3 persen ditanggung pemberi kerja atau perusahaan sisanya 2 persen ditanggung karyawan, jadi iuran BPJS per bulan adalah Rp250 ribu. Begitu juga PNS, 3 persen ditanggung pemerintah dan 2 persen pegawai itu sendiri. Menurut usman justru yang masih menjadi perdebatan adalah soal besaran iuran kepada masyarakat miskin atau istilah dalam BPJS Penerima Bantuan Iuran.

Usman menjelaskan, dari Kemkes mengusulkan iuran PBI Rp22 ribu per bulan per orang, sedangkan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai besaran iuran itu terlalu kecil dan mereka meminta Rp50-Rp 60 ribu per bulan per orang. Usman menuturkan, sampai saat ini belum ada keputusan resmi berapa besar iuran yang akan ditanggung pemerintah.

"Mudah-mudahan saja minggu pertama Februari ini sudah ada keputusan resmi berapa besaran iurannya, karena kami sudah rapat dengan Kementerian Keuangan, kami harap ada keputusan yang cepat agar implementasi BPJS ini juga cepat," tambah dia.

Dia menjelaskan, saat ini dari data yang ada di Kemkes, jumlah peserta BPJS adalah 139 juta orang yang terdiri dari 96,7 juta dari peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), 16,7 juta PNS, 2,4 juta TNI/POLRI, dan 6 juta dari peserta Jamsostek.

Usman mengatakan, tidak hanya soal besaran iuran yang masih menjadi permasalahan, tetapi dia mengatakan, ada bentuk tantangan lain yang mesti diatasi, yaitu jumlah tenaga kesehatan atau dokter spesialis yang masih minim. Selain itu masih kecilnya minat tenaga kesehatan untuk bertugas di daerah terpencil, walau hal tersebut tidak bukan masalah yang besar, karena jalan keluarnya adalah, para tenaga kesehatan itu dibayar mahal untuk mau bertugas di daerah pelosok. Usman mengatakan, dengan cara seperti itu kemungkinan akan banyak yang berminat.

Usman mengatakan, setelah BPJS Kesehatan ini diberlakukan maka Asuransi Komersial seperti Prudential berfungsi sebagai sumplemen atau pendukung. Menurut dia, BPJS Kesehatan ini hanya bisa melayani masyarakat sampai kelas tiga di Rumah Sakit apabila masyarakat kelas atas ingin menggunakan ruangan VIP maka inilah lahan asuransi komersial, jadi dia mengatakan asuransi komersial malah akan untung jika BPJS Kesehatan ini diberlakukan.

(sumber: www.beritasatu.com)

Berita Tekait

Policy Paper