12 July 2017
Reportase iHEA 2017
Hari 3, 11 Juli 2017
Sesi: Insurance Enrollment
Oleh: Firdaus Hafidz
Peserta dari Indonesia dalam sesi insurance enrollment
Boston, 11/7/2017. Pada hari terakhir conference, kami sepakat bahwa sesi insurance enrollment merupakan isu krusial yang perlu diatasi di Indonesia terutama peserta informal. Penelitian yang disajikan secara umum bertujuan untuk mengatasi keberlanjutan asuransi kesehatan nasional ketika terdapat skema yang bersifat sukarela dalam pembayaran premi. Sebagai informasi, sesi ini sangat membanggakan karena dua peserta mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Amerika presentasi. Berikut adalah daftar judul dan presenter:
- Health Insurance: Enrollment, Sustainability And Health Outcomes. Evidence From A Field Experiment In Ghana. Oleh: Armand Sim, Cornell University, United States
- Do (Non-Standard) Risk And Time Preferences Explain Health Insurance Enrollment? Oleh: Kim van Wilgenburg, Erasmus University Rotterdam, Netherlands
- Determinants Of Health Insurance Enrolment In Ghana: Evidence From Two National Households Surveys. Oleh:Paola Salari, Swiss Tropical and Public Health, Switzerland
- Variations In The Manifestation Of Underinsurance by Health Status. Oleh: Ann Holmes, Indiana University-Purdue University Indianapolis, United States
- Impact Assessment Of Health Insurance Expansion On Medical Care Utilization: An Analysis Of Indonesian City Panel Data 2003-2015. Oleh: Dinar Kharisma, Brandeis University, United States.
Hasil penelitian di Filipina, dengan menggunakan metode prospect theory for risk, dan quasi -hyperbolic discounting model, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengambil risiko. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi orang untuk mendaftarkan diri kepada asuransi kesehatan antara lain: status menikah dan memiliki anak, orang kaya dan memiliki pendidikan tinggi, usia tidak muda, dan jenis pekerjaan dimana masyarakat yang bekerja di bidang pertanian cenderung lebih rendah mendaftar dibandingkan dengan tidak bekerja. Penelitian di Indonesia dengan menggunakan data Susenas menunjukkan bahwa meskipun cakupan asuransi kesehatan di luar Jawa lebih tinggi, namun utilisasi lebih rendah dibandingkan di Jawa. Penggunaan layanan rawat jalan terjadi peningkatan, gap antara orang miskin dan kaya mengecil. Sebaliknya utilisasi rawat inap untuk orang miskin tidak memilki efek, sehingga menyebabkan gap yang lebar antara orang miskin dan kaya. Hal ini dimungkinkan karena barier fisik dan finansial untuk mengakses rumah sakit. Dampak jangka pendek dan panjang atas asuransi kesehatna juga menunjukkan hal yang unik. Di Ghana, hasil experimental menunjukkan, efek subsidi, pengetahuan terhadap ausransi, utlisasi, dan status kesehatan hanya berpengaruh di awal, dan kemudian terjadi penurunan sering waktu. Ada kecenderungan orang tidak perduli dengan status kesehatannya setelah ditanggung oleh asuransi kesehatan, dan lupa terhadap pengetahuan atas asuransi kesehatan. Subsidi masih merupakan intervensi yang paling efektif.
Lesson Learnt untuk Indonesia
Peningkatan cakupan jaminan kesehatan di luar Jawa tidak menjamin akses masyarakat ke fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa target populasi subsidi tepat sasaran, dan memiliki pengetahuan yang tepat untuk menggunakannya. Di sisi lain, ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan dimungkinkan masih menjadi kendala utama untuk masyarakat mengakses layanan kesehatan. Di sisi lain, rendahnya cakupan kepesertaan di Jawa dapat menyebabkan tingginya out of pocket masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan cakupan kepesertaan.
Peningkatan akses masyarakat miskin kepada layanan kesehatan rawat inap bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain memperbaiki sistem rujukan, meyediakan rumah singgah, kompensasi dan perbaikan sistem transportasi, memastikan benefit package sehingga masyarakat miskin tidak perlu membayar tambahan, dan kesiapan fasilitas kesehatan itu sendiri. Tapi memang perlu diakui bahwa peningkatan utilisasi tidak bisa diartikan secara langsung meningkatkan status kesehatan.
Tantangan terbesar Indonesia sebagai negara agraris adalah ternyata petani memiliki kecenderungan untuk tidak memilih mendaftarkan diri dalam asuransi kesehatan. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa hal ini buruk, tapi mereka memilih berinvestasi di bidang lain yang lebih bernilai. Oleh karena itu, status pekerjaan menjadi petani bisa menjadi salah satu indikator sebagai penerima bantuan iuran. Sedangkan anak muda yang lebih cenderung mengambil risiko, pendekatan edukasi sesuai konteks secara reguler perlu dilakukan.