Reportase: Webinar Health Technology Assessment

jarir

Pembicara : Dono Widiatmoko dan dr Jarir Ath-Thobari, DParm, Ph.D

24 September 2022 - Health Technology Assessment (HTA) atau kajian teknologi kesehatan yaitu sebuah kegiatan mengevaluasi metodologi, strategi, aspek sosial, etika, dan seterusnya untuk meningkatkan health outcome. HTA memberikan evaluasi ke semua sudut, misalnya COVID-19 ada beberapa klaim. Dalam sebuah intervensi untuk menangkal COVID-19 yang bersumber dari klaim, pemerintah menyusun kebijakan tanpa HTA dapat menyebabkan kekacauan. Hubungan HTA dan Evidence Base Medicine (EBM) yaitu terminologi generik bahwa assessment terhadap teknologi dilihat dari clinical trial, faktanya di lapangan, yang dievaluasi dilakukan berapa lama sehingga tidak hanya clinical, sosial, halal dapat masuk dalam ranah HTA dari aspek pembiayaan distribusi dan seterusnya. EBM lebih berakar pada clinical base. Fungsi HTA dalam kebijakan yang bersifat luas yaitu kebijakan publik maka HTA menggunakan sebuah metodologi yang terarah dan dari berbagai aspek. Tergantung output yang dihasilkan dari HTA.

HTA dilakukan pada taraf nasional, misalnya pemerintah perlu melakukan prioritas dalam obat-obatan, teknologi dan layanan yang disediakan oleh negara. Apakah obat ini diprioritaskan dan mana obat yang tidak diprioritaskan?. HTA rumah sakit swasta akan berbeda dengan HTA rumah sakit pemerintah. Dalam melakukan HTA ini berbeda di level misalnya di rumah sakit, atau asuransi kesehatan. HTA diperlukan dalam melakukan layanan kesehatan salah satunya adalah cost effectiveness. Rumah sakit mempunyai standar care. HTA adalah standar sebelum didalam guideline di rumah sakit. HTA menjembatani antara EBM dan guideline di rumah sakit. Jika banyak evidence based baru melihat cost effectiveness.

HTA perlu dilakukan secara komprehensif. Selama ini, penanganan COVID-19 banyak dilakukan tanpa HTA karena mendesak. Dalam kesehatan, banyak pilihan obat yang dimasukkan PPK kemudian dikaji literatur mana yang paling cepat memberi dampak. PPK melihat outcome pasien yang terbaik. PPK memutuskan mana opsi terbaik yang disesuaikan dengan ketersediaan, serta apakah rumah sakit mempunyai fasilitas untuk mengelola konsekuensi prosedur. Pemilihan tadi dimulai dari evaluasi dan apa yang tersedia di luar sana. Contohnya obat, HTA merupakan proses yang dilakukan secara independen, dan ilmiah untuk memberi informasi pada pembuat kebijakan. Dalam HTA keputusannya jadi lebih independen dan bisa dipertanggungjawabkan. Obat generik yaitu substansinya sama efeknya sama misalnya panadol dan memilih yang murah. Hal ini tidak perlu melakukan HTA yang mendalam. Jika cost besar dan mortalitas tinggi maka hal ini perlu dikaji mana yang menjadi prioritas. Namun tidak semua dilakukan HTA. beberapa HTA di luar negeri tidak diadopsi. Badan POM memberikan izin edar obat dan kosmetik sehingga dilakukan safety dan efisiensinya. Obat yang mendapatkan izin tidak semua di diadopsi di sistem BPJS dan layanan kesehatan. Jika mau masuk ke BPJS maka harus FORNAS akan melakukan kajian literatur di Indonesia dengan melihat studi farmakoekonomi dan literaturnya. Komite nasional penilaian teknologi membantu secara nasional berupa screening obat baru kemudian dikaji KPTK. KPTK memiliki tools untuk menentukan prioritas yang dikaji dari segala unsur baik dari rumah sakit, Kemenkes, dan asosiasi profesi. Masukan dengan beberapa dokumen dari mereka dan disaring kemudian didiskusikan secara nasional sehingga keluar rekomendasi. Sekarang ada adaptif HTA yang dari negara lain yang punya karakteristik yang sama dengan negara kita. HTA perlu reguler update. Obat yang kita sebut efisiensi di real world berbeda dengan uji efisiensi. Kita keterbatasan durasi, jumlah pasien yang diikutkan dalam penelitian yang homogen dan seterusnya. Keberagaman pasien ini yang tidak ada dalam uji klinis. Tidak semua obat ini efektif. Di rumah sakit memerlukan HTA karena inovasi di rumah sakit perlu dikaji. Walaupun sifatnya literatur, diskusi diperlukan dalam melakukan kebijakan HTA hanya dilakukan ketika terjadi adopsi padahal harusnya dilakukan terus-menerus. HTA dilakukan secara evidence base yang transparan sehingga kita harus berpikir kritis dan asesmen. Ada konteks yang betul dan tentu ada yang tidak tepat. Hasil HTA dari 1 tempat lain belum tentu tepat di tempat lain juga jadi lebih critical dalam membaca artikel tersebut kemudian melakukan kolaborasi oleh experts.

Reporter: Ardhina Nugrahaeni (PKMK UGM)

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...