SEMINAR:

Sentralisasi JKN dan Desentralisasi Sektor Kesehatan

TOR

 

A. Pengantar

Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Pembagian tugas membutuhkan pertimbangan banyak hal dalam menemukan formulasi yang tepat dalam pencapaian Indonesia sehat. Seperti halnya dalam program JKN, sentralisasi sangat menonjol dalam program ini dimana pemerintah pusat mengambil porsi yang lebih besar dalam pelaksanaannya, di sisi lain bahwa pemerintah daerah juga memiliki andil dan tanggung jawab dalam pencapaian program sektor kesehatan. Banyak pihak yang berasumsi bahwa pembagian peran ini tumpang tindih baik di level nasional maupun daerah. Sehingga isu sentralisasi JKN dan desentralisasi sektor kesehatan menjadi isu yang perlu diperhatikan saat ini.

B. Tujuan

  1. Membahas sistem sentralisasi dan desentralisasi di era JKN
  2. Membahas pembagian peran dan tanggung jawab dari pemerintah pusat dan daerah di sektor kesehatan
  3. Membahas peluang dan tantangan sentralisasi dan desentralisasi JKN

C. Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi

D. Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Rabu, 7 Juni 2017; pukul 12:30 – 14.30 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:
https://attendee.gotowebinar.com/register/4398738486921550594
Webinar ID: 872-347-227

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

E. Pemateri

  1. Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes
  2. M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH

F. Pembahas

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
  2. DJSN
  3. P2JK Kementerian Kesehatan

G. Susunan Acara

Waktu

Materi

Pemateri/ Pembahas

12.30 - 12.40

Pembukaan

Moderator

12.40 - 13.00

Sesi Materi:

Membahas peluang dan tantangan
sentralisasi dan desentralisasi JKN

M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH

(PKMK FK UGM)

video icon Video

13.00 - 13.20

Pembahasan

Drs. Ismiwanto Cahyono, MARS

(P2JK Kemenkes RI)

video icon Video

13.20 - 14.20

Diskusi/ Tanya-Jawab

Pemateri & Pembahas

video icon Video

14.50 - 15.00

Penutup

Moderator

 

Reportase

Sentralisasi Jkn Dan Desentralisasi Sektor Kesehatan

Rabu, 7 Juni 2017 

Reporter: Aulia Novelira, SKM.,M.Kes


monev jkn

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (PKMK FK UGM) menyelenggarakan kembali webinar yang secara khusus membahas masalah JKN pada Rabu (7/6/2017). Topik kali ini membahas lebih mendalam tentang sistem sentralisasi dan desentralisasi di era JKN. Materi pertama disampaikan oleh M. Faozi Kurniawan, SE, Akt.,MPH, berkenaan dengan Jaminan Kesehatan dalam Sistem Desentralisasi. Dalam presentasi yang disampaikan, disebutkan bahwa sistem desentralisasi akan mempengaruhi sistem kesehatan nasional. Sistem JKN ini merupakan sistem yang masih terpusat dan salah satu bagian dari sistem kesehatan nasional. Berkenaan dengan konsep desentralisasi, urusan kesehatan masih merupakan wewenang pemerintah daerah untuk dapat mengatur segala kebutuhan, dan melakukan monitoring serta evaluasi pelaksanaan pelayanan kesehatan di wilayahnya. Penguatan sistem desentralisasi sendiri sebenarnya perlu ditekankan dalam beberapa hal, seperti adanya undang-undang khusus, dukungan SDM, kerjasama lintas sektor, dan dukungan DPRD. Kegiatan advokasi yang masih lemah dan sektor kepentingan yang terkotak-kotak, akan sulit memperkuat peran pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan sistem kesehatan daerah dengan dasar desentralisasi.

Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengurus kesehatan memberikan konsekuensi akan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan supply side kesehatan, seperti ketersediaan sarana prasarana, obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan yang kompeten. Hal ini juga perlu mendapat prioritas khusus dari pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kemandirian sistem dan pelayanan kesehatan di daerah yang mendukung sistem kesehatan nasional.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bentuk integrasi antara pemerintah pusat dan daerah serta model pendampingan dari pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Integrasi terutama dengan kebijakan kesehatan, yang harus sinkron antara pusat dan daerah. Selain itu, ada baiknya mulai digencarkan kembali adanya inovasi saat pemerintah daerah mengadopsi kebijakan pusat. Integrasi antara pemerintah pusat dan daerah juga diharapkan dapat memberikan keselarasan dan kesamaan informasi dan data yang jelas memotret kondisi kesehatan yang sebenarnya.

Sedangkan untuk pendampingan, diperlukan saat proses perencanaan anggaran dan belanja di  daerah yang diharapkan dapat berbasis kebutuhan, bukan keinginan. Berkenaan dengan masalah perencanaan, informasi yang diperoleh dari data Kementerian Keuangan RI, diketahui bahwa APBD daerah yang dialokasikan untuk kesehatan tidak selalu mengalami peningkatan dan cenderung statis. Masalah beban kesehatan saat ini dan tantangan upaya promotif preventif yang mulai banyak digalakkan sejak era JKN, menjadi hal yang menarik ditelaah lebih lanjut. Apakah artinya, kebutuhan kesehatan di daerah selalu sama  setiap tahun. Sedangkan di sisi lain, peningkaan kapasitas pelayanan kesehatan tidak mungkin lepas dari sumber dana yang mencukupi. Alokasi dana ini tentu memiliki pengaruh dalam kelangsungan pelayanan kesehatan, maka harus dicari sumber dana lain yang dapat diusahakan.

Permasalahan ini, kemudian dibahas secara khusus oleh pembicara kedua, perwakilan dari Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan RI, Ismiwanto Cahyono, bahwa secara tugas dan fungsi, masalah pembiayaan jaminan kesehatan khususnya untuk kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI), merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, bersumber dari APBN. Namun, ada keterbatasan data terkait PBI yang dimiliki oleh pusat. Sehingga, untuk mempermudah masalah data, pemerintah pusat bekerjasama dan melakukan integrasi dengan pemerintah daerah dalam melakukan pembayaran iuran PBI dengan data yang mungkin termasuk dalam Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Di sisi lain, masalah yang ditemukan di daerah yaitu  iuran dari kelompok peserta mandiri. Diakui bahwa keikutsertaan peserta mandiri ini belum sepenuhnya karena faktor kebutuhan, tetapi proporsi sakitnya lebih banyak dari peserta mandiri dan hal ini memungkinkan terjadinya alokasi dana yang bisa jadi tercampur antara PBI dan Non PBI. 

Selanjutnya, pembicara kedua menyampaikan juga tentang bagaimana mengoptimalkan klaim INA CBG’s dari rumah sakit. Sementara ini masih banyak terdapat keluhan dan klaim yang sangat besar dari apa yang dialokasikan. Konsep INA CBG’s sendiri, yang merupakan tools, sebenarnya hanya membantu untuk menghitung berapa jumlah klaim, atau biaya yang seharusnya dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Namun, ada permasalahan dalam percepatan pembayaran yang diakui berkaitan dengan masalah kecepatan verifikasi klaim. Optimalisasi percepatan penyelesaikan klaim terhadap penyelesaian verifikasi yang dibayar, harus dibenahi ke depannya.

Hal lain yang disampaikan dalam bahasan juga mengenai pola perencanaan anggaran dan kegiatan di daerah, bahwa saat ini lebih banyak didasarkan pada kecenderungan keinginan, bukan kebutuhan. Ke depan, harus ada perubahan paradigma, bahwa perencanaan anggaran dan kegiatan yangefektif itu berbasis bukti, data, dan kebutuhan. Identifikasi kebutuhan sendiri sudah bermacam-macam, mulai dari yang bersifat promotif preventif, hingga kuratif rehabilitatif. Maka, sangat perlu adanya kehati-hatian dan penentuan prioritas yang tepat. Ismiwanto menyampaikan bahwa harus dilakukan evaluasi pola perencanaan kegiatan yang mewakili kebutuhan daerah.

Sebagai penutup sesi webinar, dalam rangka memfasilitasi kebutuhan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diperlukan pendampingan, baik dari akademisi, praktisi, dan juga tingkat kementerian/lembaga untuk perencanaan di daerah. Model perencanaan bottom up, dirasa cukup efektif dalam mengestimasi besaran sumber daya yang diperlukan, karena sifatnya, perencanaan ini merupakan hasil dari analisis kebutuhan dari level paling bawah (daerah).

Reporter: Aulia Novelira, MPH

Waktu

Materi

Pemateri/ Pembahas

12.30 - 12.40

Pembukaan

Moderator

12.40 - 13.00

Sesi Materi:

Membahas peluang dan tantangan sentralisasi dan desentralisasi JKN

M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH

(PKMK FK UGM)

13.00 - 13.20

Pembahasan

Drs. Ismiwanto Cahyono, MARS

(P2JK Kemenkes RI)

13.20 - 14.20

Diskusi/ Tanya-Jawab

Pemateri & Pembahas

14.50 - 15.00

Penutup

Moderator

pendaftaran-alert

regulasi-jkn copy

arsip-pjj-equity

Dana-Dana Kesehatan

pemerintah

swasta-masy

jamkes

*silahkan klik menu diatas

Policy Paper

Link Terkait

jamsosidthe-lancet