Hari 1: The 11th World Congress of International Health Economics Assossiation (iHEA)

Financial Protection in Health


Session: Financial Protection in Health
By: Tiara Marthias


h1 Owen ODonnellOwen O'Donnell dalam sesi Financial Protection in Health (Dok PKMK 2015 - TM)

Sesi ini memaparkan sejumlah hasil penelitian inisiatif pembiayaan kesehatan dan juga pengembangan metodologi untuk mengevaluasi sistem pembiayaan kesehatan dari beberapa negara.

Sesi pertama dibawakan oleh Carmen Christian (University of the Western Cape) yang berjudul “Towards universal health coverage: affordability and acceptability of public health care in post-apartheid South Africa. Penelitian ini melihat bagaimaan pelayanan kesehatan masyarakat diterima di level masyarakat, setelah jatuhnya era apartheid. Penelitian ini menarik karena melihat sejumlah dimensi, yaitu affordability, effectiveness, dan acceptability dengan menggunakan survey rumah tangga dari tahun 2002-2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa  masyarakat, terutama dari strata ekonomi kurang mampu, sudah lebih dapat mengakses layanan kesehatan masyarakat. Namun, dimensi acceptability masih di bawah level yang diharapkan. Hal ini berimplikasi pada bagaimana kebijakan layanan kesehatan masyarakat seharusnya didesain, yaitu dengan lebih melihat dimensi pengguna layanan atau sisi demand dari sistem kesehatan.

Presentasi kedua dibawakan oleh Annette Bongiovanni (International Business and Technical Consultants, Inc.. Global Health Practice) dengan judul “Verification of provider performance as an opportunity for improving the quality of health services: Mid-term assessment results from a Performance based Financing (PBF) pilot in the Democratic Republic of Congo (DRC)”. Penelitian ini merupakan bagian dari proses evaluasi inisiatif Performance-based Financing (PBF) di negara Kongo. Setelah 2 tahun implementasi proyek ini, evaluasi mendalam yang melibatkan pasien menunjukkan adanya perubahan dalam kualitas layanan dan juga kepuasan pasien. Kedua hal ini dihubungkan dengan program PBF yang memberikan pembiayaan apabila petugas dan fasilitas layanan kesehatan dapat meningkatkan sejumlah aspek layanan. Aspek ini meliputi peningkatan kualitas infrastruktur, pelatihan, penjangkauan masyarakat, kualitas layanan klinis, serta manajemen fasilitas. Perubahan yang terlihat ini merupakan perbandingan antara studi yang dilakukan saat awal implementasi proyek (baseline assessment) dan studi yang dilakukan pada tahun 2014 yang lalu, yang merupakan bagian dari penilaian interim proyek ini.

Berbeda dengan sesi kedua, pada sesi ketiga Wameq Raza (Erasmus University Rotterdam, Institute of Health Policy and Management) menunjukkan bahwa tiga inisiatif pengembangan sistem asuransi berbasis masyarakat (community-based health insurance atau CBHI) di tiga lokasi di India, tidak menunjukkan adanya perubahan dalam hal proteksi finansial masyarakat setempat. Hal ini dilihat dari masih tingginya pengeluaran untuk layanan kesehatan (out of pocket payment) hingga menyebabkan pengeluaran katastrofik yang membuat pasien harus melakukan kompensasi seperti berhutang atau menjual aset. Studi ini sebelumnya juga melakukan literature review dimana hanya sedikit studi seputar CBHI yang sudah dilakukan dengan metodologi yang baik.  Hasil studi ini perlu digarisbawahi sebagai salah satu evidence dalam mengambil keputusan tentang implementasi program serupa di negara lain, termasuk di Indonesia.

Presentasi terakhir yang diberikan oleh Owen O’Donnell dari Erasmus University memaparkan pengembangan metodologi yang diharapkan dapat dengan lebih baik mengukur proteksi finansial dalam bidang kesehatan. Penelitian ini menggunakan analisa restricted dominance dan juga analisa untuk mendekomposisi indeks kesenjangan proteksi finansial antar kuintil kekayaan. Namun, beberapa kekhawatiran yang sering dikemukakan untuk analisa semacam ini tetap membutuhkan analisa yang terpisah. Isu atau kekhawatiran ini misalnya, analisa pengeluaran katastrofik untuk pembiayaan kesehatan belum dapat menangkap populasi yang memang tidak dapat mengakses layanan kesehatan, dimana hal ini membuat estimasi pengeluaran kesehatan menjadi lebih rendah daripada kenyataannya (underestimation of catastrophic payment). Pendekatan baru ini menarik untuk diujicobakan dengan menggunakan data dari Indonesia. 

Plenary Session

Plenary Session
By: Tiara Marthias

ernesProf. Ernst Fehr dari Department of EconomicsSebelum keynote speech dimulai, Direktur dan CEO iHEA, Tom Getzen memberikan pengantar dan juga mengumumkan bahwa dirinya akan pensiun dari iHEA mulai akhir 2015. Tom Getzen telah terlibat dalam iHEA sejak 23 tahun yang lalu dan merupakan pionir dalam upaya menyediakan beasiswa bagi para peneliti dari negara berkembang untuk hadir di kongres iHEA. Presiden terpilih iHEA Terkel Christiansen memberikan kata perpisahan dan juga cinderamata simbolis yang diikuti dengan tepuk tangan panjang dari para peserta.

Keynote speaker sesi plenari ini diberikan oleh Prof. Ernst Fehr dari Department of Economics, University of Zurich. Topik sesi plenari mengangkat topik yang justru bertolak belakang dengan tema kongres iHEA, yaitu De Gustibus Est Disputandum atau “Taste IS to be Disputed”, sebagai upaya menunjukkan bahwa manusia memiliki preferensi tersendiri yang perlu diteliti lebih lanjut dan digunakan dalam intervensi dari aspek health economics.

Profesor Ernst Fehr memaparkan sejumlah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa preferensi atau kecenderungan untuk memiliki dapat dipengaruhi dan bahwa stimulus eksternal dapat mempengaruhi manusia, termasuk dalam hal behavioral economics. Dua contoh awal adalah dari bidang perbankan. Saat sejumlah responden yang terdiri dari pialang saham berpengalaman diberikan sejumlah stimulus eksternal tentang perbankan, preferensi risiko para responden ini dapat dipengaruhi. Misalnya, responden yang diberikan stimulus berupa tren kenaikan saham akan lebih berani mengambil risiko berinvestasi di saham tersebut. Sebaliknya, saat para responden ini ditunjukkan tren saham yang menurun, preferensi untuk tidak lagi berinvestasi meningkat, hal ini dipengaruhi oleh rasa takut atau khawatir akan risiko keuangan. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa preferensi atau taste manusia dapat dipengaruhi.

Contoh berikutnya lebih dekat ke sektor kesehatan, yaitu intervensi untuk mengurangi kejadian female genital mutilation (FGM) atau perilaku sunat wanita yang cukup umum dilakukan di negara-negara Sub-Sahara Afrika. Sunat wanita dalam konteks FGM ini cenderung dilakukan secara ekstrim dan menimbulkan komplikasi kesehatan seperti fistula, infeksi, dan bahkan kematian. Intervensi dilakukan dengan memberikan sejumlah seri film yang secara perlahan mempengaruhi preferensi masyarakat tentang praktik FGM. Pendekatan ini biasa disebut dengan implicit attitude test (IAT). Penelitian ini juga melakukan stroop test, sebuah pendekatan yang menarik, dimana perbedaan waktu diukur untuk melihat preferensi seorang responden saat dihadapkan dengan sebuah tugas/pilihan. Misalnya, salah tugas yang harus diselesaikan oleh responden adalah memasangkan gambar perempuan yang tidak disunat dengan gambar smiley sedih, dimana gambar smiley ini mewakili preferensi bahwa wanita yang tidak disunat adalah suatu hal yang salah/tidak normal. Apabila responden ini setuju dengan kombinasi tersebut (perempuan tidak disunat sama dengan hal yang salah), maka waktu yang dibutuhkan untuk memasangkan kedua gambar tersebut sangat singkat. Sebaliknya, apabila responden sebenarnya tidak setuju dengan kombinasi tersebut, responden ini akan membutuhkan waktu lebih lama saat memasangkan kedua gambar ini. Pendekatan ini biasa disebut dengan stroop test atau stroop effect.

Sebagai penutup dari sesi plenari ini, Profesor Fehr menyimpulkan bahwa:

  • Preferensi merupakan hal yang penting dalam bidang sains atau De gustibus est disputandum akademik.
  • Pilihan atau preferensi waktu, risiko dan sosial dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk faktor sosial dan ekonomi (harga aset, budaya bisnis, pendidikan, etnis, dan lainnya).
  • Jika preferensi bersifat endogen, maka preferensi ini dapat menjadi sasaran intervensi kebijakan ekonomi maupun sosial.
  • Perilaku kesehatan , yang merupakan prekursor preferensi, juga berarti dapat dipengaruhi oleh kebijakan yang dapat secara perlahan-lahan mengubah preferensi masyarakat.
  • Pada akhirnya, , atau kita sudah seharusnya membahas tentang preferensi ini.

Reproductive Health

 

Reproductive Health
By: Tiara Marthias

Sesi ini memaparkan empat penelitian seputar kesehatan reproduksi dan merupakan sesi yang mewakili data dari negara-negara di empat benua yaitu Madagascar, Rusia, Indonesia, dan Amerika Serikat.

Presentasi pertama oleh Alison Comfort memaparkan hasil evaluasi pembagian kit test kehamilan kepada para kader dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi di Madagaskar. Proyek di bidang reproduksi ini menggunakan pendekatan control trial, dimana sebagian kader mendapatkan pelatihan dan test kit (kelompok intervensi) dan sebagian tidak mendapatkan perlakukan (kelompok kontrol). Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memberikan test kit kehamilan kepada para kader penggunaan kontrasepsi meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya kemampuan kader dalam memberikan kontrasepsi hormonal dan dalam memastikan bahwa pasiennya tidak sedang hamil.

Presentasi berikutnya diberikan oleh Anastasia Klimova dari University of Technology, Sydney, memaparkan hasil disertasinya tentang hubungan antara pilihan metode kontrasepsi dan kejadi aborsi di Rusia. Penelitian ini menggunakan data multi tahun dari 1994-2010 dan dilakukan karena secara historis kejadian aborsi di Rusia adalah yang tertinggi di dunia. Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan pola aborsi di Rusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan melihat pola kontrasepsi ataupun kehamilan, sehingga membutuhkan studi lanjutan yang dapat menjelaskan perubahan ini.

Presentasi ketiga berfokus pada bagaimana kebijakan dan peraturan seputar aborsi di Amerika Serikat mempengaruhi keputusan wanita tentang aborsi. Penelitian ini dipresentasikan oleh Kristina Lybecker dari Colorado College dengan menggunakan data National Survey on Family Growth tahun 1989-2010. Survei ini adalah survei rutin di Amerika yang menyediakan data tentang pola kontrasepsi, aborsi, dan pertumbuhan keluarga di Amerika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menarik karena melihat bagaimana keputusan penggunaan kontrasepsi dimodelkan dengan melihat tidak hanya karakteristik populasi tetapi juga situasi kebijakan seputar aborsi di Amerika Serikat.

Presentasi terakhir adalah dari Indonesia, diberikan oleh Tiara Marthias sebagai salah satu perwakilan dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK Universitas Gadjah Mada. Penelitian mengenai kebijakan program Keluarga Berencana di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini bertujuan untuk melihat potensi dampak program JKN terhadap program KB dengan melihat program KB yang telah dapat diintegrasikan ke dalam JKN. Penelitian ini berlokasi di empat provinsi di Indonesia dengan total delapan kabupaten/kota, yaitu di Provinsi Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Papua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh pelayanan kontrasepsi telah dapat diakomodir dalam program JKN, kecuali layanan tubektomi yang masih harus melekat pada persalinan. Penelitian ini juga menggarisbawahi beberapa tantangan dalam implementasi program KB di era JKN, yaitu keterbatasan sosialisasi program JKN tentang KB yang menghambat implementasi program, baik bagi pengguna atau masyarakat dan juga penyedia layanan kesehatan.

Sesi ini telah memberikan sejumlah penelitian seputar kesehatan reproduksi, khususnya program keluarga berencana dari berbagai belahan dunia. Beberapa pembelajaran seputar kebijakan kesehatan reproduksi yang dapat diambil adalah:

  1. Implementasi program baru di bidang kesehatan reproduksi perlu dievaluasi dengan menggunakan metode yang baik, seperti halnya program di Madagaskar yang telah menerapkan metode case-control di awal implementasinya. Program baru lainnya di Indonesia dapat mencontoh pada pemikiran serupa dengan menerapkan pengumpulan data baseline yang baik agar dapat digunakan sebagai bahan evaluasi di akhir implementasi.
  2. Berbagai metode untuk melihat dampak kebijakan kesehatan terhadap penggunaan metode kontrasepsi tersedia, tidak hanya dalam metode kualitatif tetapi juga metode kuantitatif yang dapat memberikan penjelasan bagi para penyedia layanan dan pengambil kebijakan. Berbagai metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan data dari Indonesia untuk melihat aplikasinya dan menghasilkan interpretasi kebijakan yang berguna untuk pengembangan progam dan kebijakan.
  3. Penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antar suatu faktor yang diteliti dengan hasil program ataupun kejadian suatu kasus (seperti dari penelitian tentang aborsi di Rusia) juga perlu disosialisasikan dengan baik, karena dapat menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya dan untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memiliki hubungan lemah dengan suatu kejadian kasus.

 

back Kembali ke Index Reportase

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...