Pemerintah Niat Kerek Iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah Niat Kerek Iuran BPJS Kesehatan

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mempertimbangkan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran rencananya dihitung berbasis data inflasi beberapa tahun terakhir.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai, saat ini, tarif BPJS Kesehatan kelewat rendah, sehingga berdampak pada meningkatnya defisit yang harus ditambal pemerintah. Adapun, defisit badan eks Askes tersebut mencapai Rp9 triliun di tahun ini.

“Memang, tarif sedang dipertimbangkan karena juga menghitung inflasi, ini kan sudah tiga tahun masa begitu begitu saja. Sedangkan, mungkin layanan yang diberikan sudah naik,” tegas JK di Kantor Wakil Presiden, Selasa (31/10).

Makanya, menurutnya, tidak mungkin seluruh layanan ini disentralisasi oleh pusat. Pemerintah meminta agar layanan juga didesentralisasi ke pemerintah-pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah ikut bertanggung jawab.

JK melanjutkan, pemerintah pusa dan daerah akan membicarakan pembagian tanggungan dana BPJS Kesehatan agar sentralisasi beban keuangan tak terjadi. Pembahasan lebih lanjut ihwal teknis pembagian beban itu sendiri akan dibahas dalam rapat Kabinet Kerja.

“Nanti akan saya usul dibicarakan lagi, supaya jangan tiap tahun tinggi defisitnya,” imbuh JK.

Sekadar informasi, ada tiga kelompok iuran program BPJS Kesehatan, yaitu kelas 1, 2, dan 3. Iuran kelas 1 sebesar Rp80 ribu per orang per bulan. Angka itu sudah mengalami kenaikan dari Rp59.500 sebelum 1 April 2016.

Sementara, iuran kelas 2 dipatok sebesar Rp51 ribu per orang per bulan dari sebelumnya Rp42.500, dan kelas 3 sebesar Rp25.500 per orang per bulan.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani sebelumnya memprediksi, defisit anggaran BPJS Kesehatan sebesar Rp3,6 triliun sampai Rp4 triliun hingga akhir tahun nanti. Proyeksi itu lebih rendah ketimbang asumsi defisit yang dihitung BPJS Kesehatan.

Adapun, penambalan defisit BPJS Kesehatan tahun ini akan dilakukan sebagian dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).

Instruksi Undang-undang (UU) Nomor 37 Tahun 2007 tentang Cukai menjelaskan, dari 100 persen Dana Bagi Hasil (DBH) CHT, di antaranya 50 persen akan digunakan untuk mendukung perindustrian tembakau.

Sementara sisanya 50 persen akan digunakan untuk kebutuhan prioritas daerah. Apabila prioritas daerah itu salah satunya ke bidang kesehatan, maka akan ada sebagian di antaranya yang dialirkan ke sana, termasuk untuk menambal keuangan BPJS Kesehatan. (bir)

Berita Tekait

Policy Paper