Hari 3: The 11th World Congress of International Health Economics Assossiation (iHEA)


 Closing Session

By: Likke

nathan teffNathan Tefft dari Bates College pada Sesi Pentutupan IHEA 2015 (Dok PKMK 2015 oleh Likke)

Plennary penutup ini dibawakan oleh tiga pembicara yang ahli di bidang aspek ekonomi pada obesitas dari Amerika Serikat. Tema obesitas dipilih karena saat ini prevalensinya sudah dianggap epidemik di negara-negara maju dan hampir mengalahkan dominasi kekurangan nutrisi di negara-negara berkembang. Hal yang menarik, negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia yaitu Nauru, yang termasuk dalam kategori negara berkembang. Di Nauru, dua pertiga dari pria dewasanya mengalami obesitas, sementara angka tersebut sedikit lebih tinggi pada wanita dewasa yaitu 75%. Fakta ini memicu pertanyaan sebenarnya: apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya obesitas?.

John Cawley dari Department of Policy Analysis and Management Cornell University membuka sesi ini dengan paparan mengenai beban dari biaya tatalaksana obesitas yang sudah mencapai 315 milyar dollar, atau 27% dari total health expenditure di Amerika Serikat. Beban yang sangat tinggi ini antara lain disebabkan karena obesitas yang berkomplikasi pada kondisi lainnya, misalnya: penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, dan kanker. Faktor-faktor yang berkontribusi pada tingginya kasus obesitas di beberapa negara, terutama faktor-faktor yang terkait dengan bidang ekonomi.

Hasil penelitian Cawley menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara tingkat pendidikan dengan kejadian obesitas ataupun overweight. Sementara itu, banyak faktor sosial yang justru terkait dengan obesitas, antara lain faktor lingkungan, di mana mahasiswa yang tinggal satu kamar dengan mahasiswa yang overweight atau obese cenderung mengalami kenaikan berat badan yang lebih tinggi. Fakta menarik lainnya yang dipaparkan oleh Cawley yaitu ibu yang bekerja lebih berisiko memiliki anak yang obesitas dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Penelitian lainnya yaitu peningkatan 10% BMI berhubungan dengan lebih rendahnya gaji 1.9% pada wanita dan 3% pada wanita.

Kemudian, setelah mengetahui beberapa fakta tersebut, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi obesitas ini? Beberapa pendekatan yang telah dilakukan pemerintah kurang terlihat signifikansinya. Pemberian insentif untuk program penurunan berat badan menunjukkan pengaruh yang baik tetapi juga efek yang tidak signifikan. Banyak juga kebijakan untuk meningkatkan aktivitas fisik, tetapi dampaknya juga bervariasi. Pemberian label makanan pun, tidak menunjukkan berkurangnya konsumsi kalori oleh konsumen.

Cawley menyimpulkan bahwa obesitas tidak disebabkan oleh satu faktor yang dominan, melainkan terjadi karena akumulasi dari berbagai macam faktor. Intervensi untuk menurunkan angka obesitas yang telah terbukti di suatu negara belum tentu dapat diaplikasikan di negara lain dengan hasil yang sama.

Richard Dunn dari Department of Agricultural and Resource Economics di University of Connecticut memaparkan lebih lanjut mengenai food environment, yaitu bagaimana kaitan antara pengaruh lingkungan dengan angka obesitas. Kondisi lingkungan sekitar tentunya akan berpengaruh pada ketersediaan makanan dan akan berimplikasi lebih lanjut dengan pola konsumsi makanan.

Salah satu penelitiannya mengungkapkan bahwa adanya restoran cepat saji di Amerika Serikat berpengaruh terhadap tingginya konsumsi makanan cepat saji di wilayah tersebut, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antar ras kulit putih dan hitam.

Hal ini, lanjut Dunn, berimplikasi pada bagaimana pemerintah perlu menetapkan kebijakan ke depannya. Pemerintah perlu memperkenalkan zoning policy yang mengatur letak dan jarak restoran cepat saji, terutama di populasi yang dianggap rentan dan memiliki faktor risiko obesitas yang lebih banyak. Penetapan kebijakan ini bisa jadi tidak memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan angka obesitas secara keseluruhan, tetapi akan sangat penting untk bagi populasi yang rentan.

Nathan Tefft dari Bates College berbicara lebih lanjut mengenai kebijakan pajak di Amerika Serikat untuk minuman yang mengandung gula. Konsumsi minuman bersoda merupakan salah satu faktor contributor utama penyebab tingginya angka obesitas di Amerika Serikat, seperti yang dirumuskan oleh Ludwig et al (2001), Putnam dan Allshouse (1999) dan Block (2004). Dari fakta yang ada, di Amerika Serikat telah ditetapkan adanya pajak untuk minuman bersoda yang dimaksudkan supaya konsumsi minuman berkalor tinggi ini menurun. Dari berbagai pengalaman dan penelitian yang ada, pengenaan pajak untuk minuman bergula menunjukkan efek yang minim untuk angka obesitas.

Dari penelitian Teffts et al, ditemukan bahwa peningkatan 1% tingkat pajak untuk minuman bersoda berhubungan dengan penurunan BMI sebanyak 0.003. Efek ini paling tinggi ditemukan pada masyarakat dengan BMI tinggi dengan pendapatan rendah dan pada populasi Hispanik.

Hasil ini menunjukkan bahwa pemerintah dapat berperan penting dalam upaya penurunan angka obesitas di masyarakat, tambah Teffts. Akan tetapi, perlu dicamkan bahwa adanya kebijakan ini bukanlah suatu one single bullet yang dapat mengatasi permasalahan obesitas di negara manapun dan populasi apapun, perlu melihat bagaimana status sosial ekonomi dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Dunn, identifikasi populasi yang rentan sangat penting sebelum mengeluarkan kebijakan terkait obesitas.

 

back Kembali ke Index Reportase

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...