Rencana Pemerintah Terbitkan Inpres Sanksi Peserta BPJS Kesehatan yang Menunggak Berpotensi Malaadministrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menilai, rencana pemerintah memberikan sanksi kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan yang menunggak dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) akan menjadi sebuah malaadministrasi.

Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, tidak seharusnya inpres mengatur tentang sanksi karena akan membatasi hak-hak orang.

"Kalau diterapkan sanksi, apalagi cuma inpres, menurut Ombudsman malaadministrasi karena membatasi hak orang lain," kata Alamsyah dalam diskusi bertajuk BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Menurut dia, inpres yang akan diterbitkan jangan mengatur soal sanksi tetapi lebih kepada mengintegrasikan beberapa pelayanan yang relevan.

"Yang dimaksud dengan relevan adalah bahwa kelancaran membayar iuran BPJS itu bisa mengamankan fungsi layanan itu sendiri, misalnya kredit bank. Itu kan berarti mengamankan potensi macet kredit itu apabila orang yang bersangkutan sakit dan tidak punya biaya," kata dia.

"Ketika dia jadi syarat dalam (pengajuan) SIM, jangan dilihat sebagai sanksi. Itu hanya sebagai syarat administratif untuk permohonan SIM, tapi pastikan pelayanan-pelayanannya relevan," kata dia.

Dengan demikian menurutnya, dalam inpres tersebut tidak perlu disebut sebagai sanksi, tetapi lebih kepada penyesuaian syarat-syarat administratif dalam pelayanan lain yang terkait.

Pemerintah berencana menerbitkan inpres untuk memberikan sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan mandiri (bukan perusahaan) yang menunggak iuran. Inpres tersebut akan mengatur pembatasan bagi penunggak iuran untuk mengakses layanan publik dari pemerintah.

Pelayanan tersebut antara lain perpanjangan paspor, SIM, pengajuan kepemilikan rumah, serta pengajuan administrasi pertanahan.

Berita Tekait

Policy Paper