Kuartal I-2019, BPJS Berutang Rp 400 M ke Kimia Farma

Kuartal I-2019, BPJS Berutang Rp 400 M ke Kimia Farma

Jakarta - Didera kesulitan likuiditas, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tercatat masih menunggak pembayaran sebesar Rp 400 miliar pada triwulan pertama 2019 kepada perusahaan farmasi pelat merah, PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Tunggakan itu terdiri dari piutang langsung maupun tidak langsung.

Direktur Keuangan Kimia Farma IGN Suharta Wijaya membenarkan hal itu. Ia menyebut, piutang terus akan terus bertambah seiring dengan kewajiban yang harus dibayarkan BJPS kepada Kimia Farma, mengingat BPJS Kesehatan harus membayar biaya pengobatan di klinik yang dikelola Kimia Farma maupun membayar obat yang telah diberikan rumah sakit.

"Piutang tersebut sifatnya on going (terus berjalan), jadi tentu piutangnya terus bertambah seiring kewajiban yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan," ungkap Suharta di Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Suharta menjelaskan, memang pihaknya memaklumi BPJS tengah menghadapi tekanan likuiditas cukup berat, pemerintah pun harus turun tangan mempercepat pencairan iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 8,4 triliun pada awal tahun ini.

Namun ditegaskan Suharta, BPJS Kesehatan berkomitmen menyelesaikan seluruh tunggakannya. Pihaknya juga sudah bertemu manajemen BPJS Kesehatan.

"Kami juga sudah bertemu BPJS Kesehatan dan sudah jauh membaik sistem pembayarannya. Kami harapkan bisa terus seperti ini, di mana piutang yang punya masa aging tiga bulan secepatnya dibayar," kata Suharta, menambahkan.

Memang, Suharta tidak menampik, tunggakan BPJS turut berdampak pada kinerja keuangan emiten dengan kode saham KAEF itu di kuartal pertama tahun ini. Hal itu terlihat dari laba bersih Kimia Farma yang terkoreksi 44,56% menjadi Rp 20,63 miliar dari tahun sebelumnya Rp 37,21 miliar. Sedangkan, pendapatan tercatat naik 21% menjadi Rp 1,81 triliun.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Kimia Farma, Honesti Basyir menjelaskan, terkoreksinya laba bersih juga terimbas aksi korporasi perusahaan yang belum lama ini mengakuisisi Phapros.

"Memang ada tekanan di bottom line (laba bersih), kenapa karena ada tambahan bunga, beban bunga akuisisi Phapros. Ini menekan laba bersih kita," ungkapnya.

sumber: CNBC Indonesia

Berita Tekait

Policy Paper