DPD Usul BPJS Kesehatan Dibubarkan

DPD RI menyebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah gagal dalam tugasnya. Pasalnya, program jaminan kesejatan kepada masyarakat itu masih ambigu dan tidak memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Hal itu tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komite III DPD RI dengan perkumpulan dokter seluruh Indonesia.

Anggota DPD RI, Muhammad Nabil menyatakan, BPJS Kesehatan telah gagal menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional.  BPJS Kesehatan diibaratkannya punya semangat besar, tapi tenaga kurang. ”Pelayanan kesehatan kepada masyarakat sejak ada BPJS Kesehatan justru malah rumit, dibandingkan sebelum ada BPJS Kesehatan,” ungkapnya kepada wartawan dalam keterangn tertulisnya, Selasa (4/12).

Ditambahkan anggota DPD RI dari Provinsi Papua Barat, Chaidir Djafar, program-program BPJS Kesehatan telah banyak mengorbankan kepentingan pasien, dokter, rumah sakit dan perusahaan farmasi. ”Buat apa BPJS Kesehatan dipertahankan kalau keberadaannya justru mengorbankan banyak pihak,” tegasnya.

Rafli, anggota DPD RI Provinsi Aceh menyampaikan, sebelum ada program Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan. Di Aceh, sudah ada program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang berjalan dengan baik. ”Setelah ada BPJS Kesehatan justru masyarakat jadi sulit. Saya usul bagaimana jika BPJS Kesehatan kita bubarkan saja?” pungkasnya.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu, Patrianef menuturkan, konsep pelindungan sosial kesehatan di Indonesia masih ambigu karena mencampuradukkan sistem jaminan sosial dengan asuransi. Akibatnya, kinerja BPJS Kesehatan sebagai institusi terdepan untuk menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional tidak berjalan memuaskan.

”Harusnya konsep pelindungan sosial kesehatan di Indonesia itu sepenuhnya tanggung jawab Pemerintah. Jadi rakyat miskin kalau mau berobat sepenuhnya ditanggung oleh negara. Akibat konsep pelindungan sosial yang menggabungkan pola jaminan sosial dan asuransi, pengelolaan BPJS Kesehatan menjadi kacau balau,” paparnya.

Patrianef menyampaikan, konsep pelindungan sosial kesehatan di Indonesia seharusnya mengimplementasikan amanat Pasal 34 konsitusi UUD 1945 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara; negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan memberdayakan yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat dan kemanusiaan; serta negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

”Akibat konsep yang pelindungan sosial jaminan kesehatan yang ambigu, program Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana amanat undang-undang menjadi tidak berjalan baik. Rumah sakit banyak merugi dan tidak berkembang, pasien tidak terlayani dengan baik, banyak perusahaan farmasi dan alat kesehatan tertekan,” ucapnya. 

Patrianef menambahkan, komitmen pemerintah menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional juga masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya APBN yang dialokasikan untuk bidang kesehatan yang hanya sekitar 5 persen. Padahal, idealnya alokasi APBN untuk bidang kesehatan sebesar 10 persen. (aen)

sumber: INDOPOS.CO.ID

Berita Tekait

Policy Paper